Senin, 23 Juli 2012

Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Pasca Operasi Fraktur Femur1/3 tengah dextra dengan Pemasangan Intra Medullary Nail



Fraktur atau patah tulang merupakan suatu keadaan dimana struktur tulang mengalami pemutusan secara sebagian atau keseluruhan (Appley, 1995). Salah satu penyebab fraktur adalah adanya tekanan atau hantaman yang sangat keras dan diterima secara langsung oleh tulang. Tekanan tersebut disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran atau penarikan. Jika kulit diatasnya masih utuh disebut fraktur tertutup, sedangkan jika salah satu dari rongga tubuh tertembus disebut fraktur terbuka (Apley, 1995). 

Setelah dilakukan operasi biasanya permasalahan fisioterapi akan muncul. Permasalahan pada pasca operasi antara lain adalah oedema atau bengkak, nyeri, penurunan lingkup gerak sendi, penurunan kekuatan otot serta penurunan aktivitas fungsional, khususnya berjalan. Dari permasalahan tersebut, peran fisioterapi sangat diperlukan. Apabila fisioterapi dapat menangani permasalahan tersebut dengan cepat dan tepat, maka dapat menurunkan derajad permasalahan yang ada, bahkan fisioterapi dapat menyembuhkannya sehingga pasien dapat melakukan aktivitas seperti semula. 

Dislokasi Hip Joint



Dislokasi hip joint lebih jarang dijumpai daripada dislokasi bahu atau siku. Mobilnya mempunyai kepala penahan – saat terjadi tabrakan, sehingga lututnya menubruk dashboard dan menggeser kaput femur keluar dari asetabulum. Pertama-tama kaputnya terletak di belakang asetabulum, kemudian segera berpindah ke dorsum illium. Biasanya juga mengalami cedera serius lainnya, terutama fraktur korpus femur, sehingga disokasi hip joint tidak terabaikan.
Penderita mungkin mengalami syok berat dan tidak dapat berdiri. Tungkainya terletak dalam posisi tinggi yang sesuai dengan paha difleksikan, dan dirotasikan ke interna. Tungkai pada sisi yang cidera lebih pendek daripada sisi yang normal. Lututnya bersandar pada paha yang berlawanan dan trokantor mayor dan pantat menonjol secara abnormal.
Dislokasi hip joint ada 3 macam, yaitu dislokasi posterior, dislokasi anterior, dan dislokasi central.

Selasa, 10 Juli 2012

Fisioterapi pada Osteoarthritis

Osteoartritis merupakan suatu patologi yang mengenai kartilago hialin dari sendi lutut, dimana terjadi pembentukan osteofit pada tulang rawan sendi dan jaringan subchondral yang menyebabkan penurunan elastisitas dari sendi. Saat mengalami degenerasi kartilago hialin mengalami kerapuhan, dimana perubahan-perubahan yang terjadi pada permukaan sendi (kartilago hialin) berkenaan dengan perubahan biokimia dibawah permukaan kartilago yang akan meningkatkan sintesa timidin dan glisin. Akibat dari ketidak seimbangan antara regenerasi dengan degenerasi tersebut maka akan terjadi pelunakan, perpecahan dan pengelupasan lapisan rawan sendi yang akan terlepas sebagai corpus libera yang dapat menimbulkan penguncian ketika sendi bergerak.Reparasi berupa sclerosis terjadi pada tulang subchondral. Tulang dibawah kartilago menjadi keras dan tebal serta terjadi perubahan bentuk dan kesesuian dari permukaan sendi. Jika kerusakan berlangsung terus berlanjut maka, bentuk sendi tidak beraturan dengan adanya penyempitan celah sendi, osteofit, ketidakstabilan dan deformitas.Dengan terbentuknya osteofit maka akan mengeritasi membran sinovial dimana terdapat banyak reseptor-reseptor nyeri dan kemudian akan menimbulkan hidrops. Dengan terjepitnya ujung-ujung saraf polimodal yang terdapat disekitar sendi karena terbentuknya osteofit serta adanya pembengkakan dan penebalan jaringan lunak disekitar sendi maka akan menimbulkan nyeri tekan dan nyeri gerak

Fisioterapi Pada Nyeri TMJ (Temporomandibular Joint)

Nyeri pada disfungsi TMJ dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain: adanya hiperfungsi atau disfungsi dari system musculoskeletal (otot, ligamen) yang berkaitan dengan TMJ, hiperfungsi ini dapat diakibatkan dari kebiasaan-kebiasaan buruk yang dilakukan seseorang seperti mengerat gigi, sering menguap, mengunyah pada satu sisi, faktor degenerasi pada TMJ dapat menimbulkan gangguan fungsi TMJ disebabkan adanya pembebanan yang terus menerus, faktor maloklusi gigi terutama pertumbuhan gigi geraham belakang yang tidak normal dapat menyebabkan desakan yang terus menerus serta adanya kelainan anatomi rahang dapat berakibat menimbulkan rasa nyeri pada TMJ.


Pada diskus artikularis dapat terjadi aktifitas pergeseran yang meningkat sehingga diskus mengalami over use menyebabkan fleksibilitas diskus menurun , bila hal ini berlanjut dapat menyebabkan terjadinya ruptur atau inflamasi discus yang menyebabkan timbulnya nyeri.

Ultrasound Therapy For Stroke

Katsuro Tachibana
Department of Anatomy, Fukuoka University School of Medicine, 7-45-1, Nanakuma, Jonan, 814-0180, Fukuoka, Japan
Available online 8 October 2004.

Abstract
Ultrasound has been in use in medicine for half a century as a modality for diagnostic imaging and therapy. Recently, there have been numerous reports on the application of thermal and nonthermal ultrasound energy for treating various diseases in the brain. In addition to thermal ablation of brain tumors, nonthermal ultrasound combined with drugs has led to much excitement especially for vascular diseases in the brain and regenerative medicine. Ultrasound energy can enhance the effects of thrombolytic agents such as urokinase for treatment of stroke. Therapeutic ultrasound catheters are currently being developed. Noninvasive methods such as high-intensity focused ultrasound (HIFU) in conjunction with magnetic resonance image (MRI) and CT are already being applied in the clinical field. Chemical activation of drugs by ultrasound energy for treatment of tumors is another new field recently termed “Sonodynamic Therapy”. Combination of genes and microbubble has induced great hopes for application of gene therapy to the brain. Various examples of ultrasound combined modalities are under investigation which could lead to revolutionary brain therapy.
Keywords: Drug delivery; Brain; Stroke; Gene therapy


Sumber: http://physioture.blogspot.com/2008/11/ultrasound-therapy-for-stroke-and.html

Stroke Dan Tindakannya

Penanganan fisioterapi pasca stroke adalah kebutuhan yang mutlak bagi pasien untuk dapat meningkatkan kemampuan gerak dan fungsinya. Berbagai metode intervensi fisioterapi seperti pemanfaatan electrotherapy, hidrotherapy , exercise therapay (Bobath method, Proprioceptive Neuromuscular Facilitation, Neuro Developmental Treatment, Sensory Motor Integration, dll..) telah terbukti memberikan manfaat yang besar dalam mengembalikan gerak dan fungsi pada pasien pasca stroke. Akan tetapi peran serta keluarga yang merawat dan mendampingi pasien juga sangat menentukan keberhasilan program terapi yang diberikan. Kemampuan anggota keluarga memberikan penanganan akan berdampak sangat baik bagi pemulihan pasien.
Penanganan fisioterapi pasca stroke pada prinsipnya adalah proses pembelajaran sensomotorik pada pasien dengan metode-metode tersebut diatas. Akan tetapi interaksi antara pasien dan fisioterapis amat sangat terbatas, lain halnya dengan keluarga pasien yang memiliki waktu relatif lebih banyak. Dampak lain adalah jika pemahaman anggota keluarga kurang tentang penanganan pasien stroke maka akan menghasilkan proses pembelajaran sensomotorik yang salah pula. Hal ini justru akan memperlambat proses perkembangan gerak. Perlu diketahui bahwa, pada dasarnya pasien stroke akan mengalami perkembangan motorik secara alamiah, hanya saja kecenderungan perkembangan tersebut lebih dominan kearah pola gerak abnormal (abnormal pattern), akibat adanya penurunan sistem neurologis. Mungkin sekilas terlihat ada peningkatan kemampuan, akan tetapi sesungguhnya peningkatan tersebut hanya gerakan kompensasi, misalnya pasien terlihat mampu mengangkat lengan, padahal gerakan tersebut adalah kompensasi dari adanya gerakan mengangkat bahu, atau terlihat mampu melangkah, padahal hanya mengayunkan tungkai melalui pinggul tanpa adanya aktifitas otot yang seharusnya melakukan gerakan tersebut.Pola gerak abnormal sesungguhnya adalah gerakan tidak efisien (lebih sulit dilakukan), atau dengan kata lain secara fisiologis (normal) seseorang akan memerlukan energi lebih besar dalam melakukan gerakan tersebut, apalagi bagi mereka yang mengalami gangguan neurologis seperti stroke.

Traksi Oscilasi Frozen Shoulder

Traksi osilasi Sendi Bahu
Definisi Traksi osilasi

Traksi merupakan salah satu komponen arthrokinematik dari sendi glenohumeral. Traksi adalah gerak satu permukaan sendi tegak lurus terhadap permukaan sendi pasangannya kearah menjauh, dalam hal ini traksi sendi glenohumeral adalah traksi kearah lateral serong keventro cranial. Pada saat traksi terjadi pelepasan abnormal crosslink pada sendi dan terjadi pengurangan viskositas cairan sendi glenohumeral. Gerakan aktif pada lingkup gerak sendi mempunyai efek antara lain untuk memelihara elastisitas dan kontraksi otot, memberikan efek sensasi balik dari kontraksi otot, memberikan stimulus pada ulang dan sendi, meningkatkan sirkulasi darah, melepaskan perlekatan intraseluler kapsuloligamenter sendi glenohumeral.
Menurut Maitland, oscilasi adalah bentuk gerakan pasif pada sendi dengan amplitude yang kecil atau besar yang diaplikasikan pada semua ROM yang ada dan dapat dilakukan ketika permukaan sendi dalam keadaan distraksi dan kompresi.